Tahun lalu, PLN telah memutuskan untuk mengimpor listrik dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan di Kalimantan dan Sumatera. Tahun ini pembangunan jaringan transmisi dari Indonesia hingga Serawak sudah dimulai.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Jarman menuturkan alasan pemerintah dan PLN mengimpor listrik dari Malaysia. Selain untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan minyak bumi, impor listrik dari Malaysia menelan biaya yang lebih murah.
"Harga impor listrik dari Malaysia hanya sekitar 9 sen per kilowatt hour (kWh)," ujar Jarman kepada merdeka.com, Senin (11/11).
Menurutnya, jika harus menggunakan pembangkit listrik diesel, biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. "Produksi pembangkit listrik berbahan bakar minyak jauh lebih mahal, mencapai 30 sen per kWh," terang dia.
Jarman menjelaskan, kerja sama impor ini akan berlangsung 5 tahun, terhitung mulai Januari 2014. Setelah itu, listrik di Kalimantan dan Sumatera akan dipasok dari pembangkit batu bara yang kini masih dalam proses pembangunan.
Dengan kata lain, selama lima tahun ke depan, kebutuhan listrik untuk warga di Kalimantan dan Sumatera akan tergantung impor dari Malaysia. Impor menjadi solusi untuk memenuhi tingkat elektrifikasi nasional yang hingga saat ini hanya mencapai 70 persen.
Meski mengimpor listrik dari Malaysia, kebijakan ini diyakini tidak akan membuat PLN tergantung pasokan energi dari negeri jiran. Sebab, impor listrik akan dihentikan setelah semua infrastruktur pembangkit listrik tenaga batu bara selesai dibangun.
"Impor listrik dilakukan hanya untuk menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar minyak dan tidak untuk mengisi pasokan listrik secara keseluruhan," katanya.
[noe]
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Jarman menuturkan alasan pemerintah dan PLN mengimpor listrik dari Malaysia. Selain untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan minyak bumi, impor listrik dari Malaysia menelan biaya yang lebih murah.
"Harga impor listrik dari Malaysia hanya sekitar 9 sen per kilowatt hour (kWh)," ujar Jarman kepada merdeka.com, Senin (11/11).
Menurutnya, jika harus menggunakan pembangkit listrik diesel, biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. "Produksi pembangkit listrik berbahan bakar minyak jauh lebih mahal, mencapai 30 sen per kWh," terang dia.
Jarman menjelaskan, kerja sama impor ini akan berlangsung 5 tahun, terhitung mulai Januari 2014. Setelah itu, listrik di Kalimantan dan Sumatera akan dipasok dari pembangkit batu bara yang kini masih dalam proses pembangunan.
Dengan kata lain, selama lima tahun ke depan, kebutuhan listrik untuk warga di Kalimantan dan Sumatera akan tergantung impor dari Malaysia. Impor menjadi solusi untuk memenuhi tingkat elektrifikasi nasional yang hingga saat ini hanya mencapai 70 persen.
Meski mengimpor listrik dari Malaysia, kebijakan ini diyakini tidak akan membuat PLN tergantung pasokan energi dari negeri jiran. Sebab, impor listrik akan dihentikan setelah semua infrastruktur pembangkit listrik tenaga batu bara selesai dibangun.
"Impor listrik dilakukan hanya untuk menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar minyak dan tidak untuk mengisi pasokan listrik secara keseluruhan," katanya.
[noe]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar